Manajemen Pesantren Modern

Pesantren perlu dikelola dengan menejemen yang rapai dan terstruktur.

Manajemen Pondok Pesantren

pada Agustus 30, 2015

MANAJEMEN PESANTREN

Manajemen Pesantren Kholafi

        Memahami      pesantren  dalam  ruang  lingkup  manajemen pendidikan,    hal  ini  dapat  ditinjau  dari  beberapa  sudut  pandang yang  mengarah  pada  perspektif  seremonial, substansial  dan religiusitas.  Dalam  perspektif  seremonial,  pesantren  dipandang sebagai  sebuah  lembaga  pendidikan  yang  berkenan menyelenggarakan  sistem  pendidikan,  seperti  layaknya  lembaga pendidikan  formal  lainnya  yang  berperan  dalam  mewujudkan sebagian  cita-cita  dan  tujuan  pendidikan  yang  telah  digariskan oleh Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. Aspek  yang  dikembangkan  dalam  perspektif  seremonial, pesantren  tidak  terlepas  dari    bidang  lain  sebagai  pendukung kegiatan,  yakni  aspek material  sebagai  standar  dan  ukuran  atas besarnya  jumlah  dana  yang  disediakan  dalam  mengembangkan program  pesantren  dan    aspek  material  yang  berhubungan dengan  kelengkapan  fisik  yang  dimiliki  oleh  pesantren  dalam menyelenggarakan  program  kegiatan  belajar-mengajar  pada pesantren  terkait  yang  selaras  dengan  tujuan  pendidikan  guna mengarah pada pencapaian substansial pesantren.   Tujuan  pendidikan  yang  dikembangkan  oleh  pesantren, secara  substansial  mengarah  pada  pembentukan  kualitas  hasilpendidikan  yang  dapat  dijadikan  sandaran  bagi  kebutuhan  umat (islam)  dalam  melibatkan  diri  secara  lebih  mendalam  akan partisipasinya  sebagai  stakeholder,  sehingga  pada  gilirannya pesantren  akan  muncul  sebagai  mercusuar  yang  berkenan menyinari  kebutuhan  umat  manusia  bukan  saja  pada  makna keberagamaan,  tetapi  pada  sisi  lain  dari  kehidupan  serta peradaban manusia.

       Mengakar  pada  substansial  pesantren,  maka  sebagai lembaga  pendidikan  Islam,  pesantren  berkenan  dalam meningkatkan  mutu,  baik  kuantitas  maupun    kualitas kelembagaannya,  terutama  dilihat  dari  sisi  penyelenggaraannya maupun  dari  sisi  manajemennya,  sehingga  proses  kegiatan penyelenggaraan  pendidikan  yang  terjadi  di  pesantren  tersebut dapat senantiasa mengarah pada orientasi dan kualitas pendidikan yang benar-benar diharapkan oleh masyarakat. Aspek  yang  dikembangkan  dalam  menjawab  tantangan pesantren  secara  substansial  dibutuhkan  beberapa  perhatian antara  lain:  (1)  aspek human  resources  (sumber  daya manusia) sebagai perencana, pelaksana, penilai dan memberikan arah bagi tindak  lanjut  program  yang  dikembangkan  oleh  pesantren,  (2) aspek  budaya  organisasi  yaitu munculnya  nilai  dan  norma  yang  yang sekaligus menjadi kontrol atas perkembangan dan kemajuan pesantren  agar  senantiasa  selaras  dengan  norma  keagamaan yang selama ini berkembang. Oleh sebab  itu,    tidak heran ketika muncul   ke permukaan tentang  salah  satu  pernyataan  yang  menjelaskan  bahwa pesantren  akan  hidup  dan  mati  oleh  tingkat  kepedulian masyarakatnya  . 1 Dengan  kata  lain  bagi pesantren  yang  baru  tumbuh  akan  sangat  membutuhkan masyarakat sebagai perpanjangan dari kebijakan pendidikan yang ditetapkan  oleh  pesantren,  sehingga  pesantren  ini  akan berkembang  pesat  sesuai  dengan  tingkat  dan  kepedulian masyarakatnya. Bagi  pesantren  berkembang,  masyarakat  akan  menjadi tumpuan  atas  peningkatan  dan  pelayanan  mutu  yang diselenggarakan oleh pesanten tersebut, sehingga hubungan yang harmonis  akan  memberikan  dampak  yang  sangat  berarti  bagi pemenuhan sarana dan fasilitas belajar santri dan pada gilirannya santri sebagai  peserta didik mampu menyerap model pengajaran yang  disampaikan  oleh  para  ustadznya  sebagai  pendidik  dan pengajar yang mengacu kepada isu dasar profesionalimenya.  Prinsip  ini  pun  dapat  berlaku  bagi  ustadznya  yang  telah dibekali  dengan  kemampuan mendidik  dan mengajar  dengan  di lengkapi  oleh  fasilitas  mengajar  yang  permanen,  sehingga masukan,  proses  dan  hasil  yang  dicapai  oleh  kedua  komponen tersebut  akan  lebih  bermakna  bagi  keberhasilan  dalam  kegiatan

proses belajar-mengajar.

Pesantren dikenal sebagai lembaga dan sistem pendidikan Islam tertua di Indonesia yang tumbuh dan berkembang dimasyarakat. Dalam operasionalnya pesantren memiliki nilai-nilai pokok yang tidak dimiliki oleh lembaga lain pertama cara pandang kehidupan yang utuh (Kaffah) adalah sebagai ibadah Kedua, menuntut ilmu tidak berkesudahan (Long life edcucation yang kemudian diamalkan. Ilmu dan ibadah adalah menjadi identik baginya yang dengan sendirinya akan muncul kecintaan yang mendalam pada ilmu pengetahuan sebagai nilai utama. Ketiga keihlasan bekerja untuk tujuan bersama.

Pesantren telah lama menjadi lembaga yang memiliki kontribusi penting dalam ikut serta mencerdaskan bangsa. Banyaknya jumlah pesantren di Indonesia, serta besarnya jumlah santri pada tiap pesantren menjadikan lembaga ini layak diperhitungkan dalam kaitannya dengan pembangunan bangsa di bidang pendidikan dan moral.  Perbaikan-perbaikan yang secara terus menerus dilakukan terhadap pesantren, baik dari segi manajemen, akademik (kurikulum) maupun fasilitas, menjadikan pesantren keluar dari kesan tradisional dan kolot yang selama ini disandangnya. Beberapa pesantren bahkan telah menjadi model dari lembaga pendidikan yang leading.  Pesantren merupakan lembaga pendidikan yang unik. Tidak saja karena keberadaannya yang sudah sangat lama, tetapi juga karena kultur, metode, dan jaringan yang diterapkan oleh lembaga agama tersebut. Karena keunikannya itu, C. Geertz menyebutnya sebagai subkultur masyarakat Indonesia (khususnya Jawa). Pada zaman penjajahan, pesantren menjadi basis perjuangan kaum nasionalis-pribumi. Banyak perlawanan terhadap kaum kolonial yang berbasis pada dunia pesantren. 2

  1. ?

PEMBAHASAN

  1. Manajemen Pesantren

         Secara historis, pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang di-kembangkan secara indigenous oleh masyarakat Indonesia. Karena sebenarnya pesantren merupakan produk budaya masyarakat Indonesia yang sadar sepenuhnya akan pentingnya arti sebuah pendidikan bagi orang pribumi yang tumbuh secara natural. Terlepas dari mana tradisi dan sistem tersebut diadopsi, tidak akan mempengaruhi pola yang unik (khas) dan telah mengakar serta hidup dan berkembang di tengah-tengah masyarakat.[2] Terkait dengan manajemen pesantren yang merupakan sarana penggunaan seumberdaya yang efektif untuk mencapai sasaran maka perlu adanya stretegi atau siasat seperti ditegas oleh Bapak Mujamail Qomar bahwa manajemen penuh siasat yang diarahkan untuk mencapai sebuah tujuan 2.    Sebagai seni, manajemen lebih menitik beratkan pada peranan manusia sebagai pelaku manajemen dengan menggunakan pendekatan scientific, tetapi juga professional. Merupakan Lembaga Pendidikan Islam yang paling variatif adalah Pesantren, mengingat adanya kebebasan dari kiai pendirinya untuk mewarnai pesantrennya itu penekannya pada kajian tertentu. Misalnya, ada pesantren ilmu “ alat”, pesantren fiqih, Pesantren Al Qur’an, Pesantren hadits, atau pesantren tasawuf. Masing-Masing didasarkan pada keahlian kiainnya. Ditinjau dari kesegiterbukaan terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dari luar, pesantren dapat dibagi dua : Pertama Pesantren salafi dan kedua pesantren Pesantren khalafi.Pesantern salafi bersifat kenservatif sedangan khalafi bersifat adaptif Adaptasi dilakukukan terhadap perubahan dan pengembangan pendidikan yang merupakan akibat dari tuntutan perkebangan sains dan teknologi.

    Perbedaan pesantren tradisional dengan pesantren modern dapat diidenfifikasi dari perpespektif manajerialnnya. Pesantren modern dapat telah dikelola secara rapi dan sistematis dengan mengikuti kaidah-kaidah manajerial yang umum. Sementara itu, pesantren tradisional berjalan secara alami tanpa berupaya mengelola secara efektif. Maka pembahasan manajemen ini lebih diarahkan pada pesantren tradisional karena pesantren ini mengahadapi tantangan multidiensi.3

  1. Manajer Pesantren dan Kekuasaannya

     Di kalangan pesantren kiai merupakan aktor utama. Kiailah yang merintis Pesantren, mengasuh, menentukan mekanisme belajar dan kurikulum serta mewarnai dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan keahlian dan kemampuan yang dimilikinya.Tugas sorang kiai memang sangat mutifungsi : sebagai guru, mubaligh, sekaligus manajer. Sebagai guru, kiai menekankan kegiatan pendidikan para santri dan masyarakat sekitar agar memiliki kepribadian muslim yang utama; sebagai mubaligh kiai berupaya menyampaikan ajaran islam kepada siapapun berdasarkan prinsip memerintahan kebaikan dan mencegah kemungkaran ( Amar ma’ruf nahi mungkar) dan sebagai manajer kiai memerankan pengendalian dan pengaturan bawahannya. Nuryam Syam menambahkan tiga fungsi kiai  : Pertama Sebagai agen Budaya. Kiai memainkan peran sebagai penyaring budaya yang merambah masyarakat. Kedua Kiai sebagai mediator yaitu menjadi penghubung antara kepentingan berbagai segmen  masyarakat. Ketiga Sebagai makelar budaya dan mediator. Kiai menjadi penyaring budaya sekaligus penghubung berbagai kepentingan masyarakat.4 Dalam pesantren kiai merupakan figure sentral, otoritatif, dan pusat seluruh kebijakan dan perubahan disamping itu juga sebagai pempimin tunggal yang memegang hampir mutlak. Uniknya rangkaian kebiasaan tersebut memunculkan kenyataan bahwa adalah pempimpin yang kharimmatik.5 Menurut Nurcholis Madjid ada beberapa kerugian kepemimpinan karismatik antara lain Karisma,Personal,Religio-Feodalisme,Kecakapan teknis.

Ada empat kerugian kepemimpinan kharismatik tersebut :

  1. Ketidakpastian dalam perkembangan pesantren karena semua hal tergantung kepada keputusan pribadi kiai.

  2. Keadaan kurang mendukung tenaga-tenaga pembantu untuk mencoba pengembangan yang belum diterima figur kepemimpinan yang ada.

  3. Pola pergantian kepimpinan berlangsung secara tiba-tiba dan tidak direncanakan sehingga lebih banyak ditandai oleh sebab-sebab alami seperti meninggalnya pempin secara mendadak.

  4. Terjadianya pembauran dalam tingkat pempimin dipesantren antara lokal regional dan nasional.

  5. Starategi Kepemimpinan Pesantren.

     Masa Depan pesantren sangat ditentukan oleh faktor manajerial. Pesantren kecil akan berkembang secara signifikan manakala dikelolola secara profesioanal. Dengan pengelolaan yang sama pesantren yang mudah besar akan bertambah besar. Sebaliknya pesantren yang maju akan mengalami kemunduran manakala manajemennya tidak terurus dengan baik. Jika pesantren mengabaiakan manajemen pesantren kecil akan gulung tikar dalam mengahadapi multideimensi.Pola-Pola kepemimpinan kiai dipesantren yang selama ini kurang kondusif menghadapi tantangan-tantangan moderenisasi  bahkan perlu diubah menjadi pola-pola kepemimpinan yang lebih responsif terhadap tuntutan kemajuan zaman. Pola tersebut haruslah mengarah pada kegiatan yang melibatkan lebih banyak orang lain lagi dalam jajaran kepemimpinan, untuk bersama-sama menjalankan roda organisasi pesantren menuju kondisi yang maju dan mapan, baik dari sisi kelembagaan, sistem pendidikan, proses pembelajaran, maupun-tentu saja-kaulitas santri.

Dari beberapa kasus perkembangan ini hendaknya dimulai dari perubahan gaya kepemimpinan pesantren. Yaitu dari karismatik menuju rasionalistik, dari otoriter-paternalistik dari dipolomatik menuju-partisipatif atau dari laisesezfire menuju demokaratik. Gaya-gaya kepemimpinan yang diharapkan terwujud pengarah pada tipe kepemimpinan yang profesional yang memberi perhatian khusus pada partisipasi orang lain dalam menentukan pengembangan pesantren.4 Menurut Farhan dan Syarifuddin Ada beberapa alternatif solusi menata manajemen  pesantren agar lebih maju antara lain : Pertama Mengadopsi manajemen modern Kedua Membuat wirausaha Ketiga Melakukan pelatihan kewirausahaan Keempat Membuat network ekonomi.

Adapun solusi yang lain agar manajemen pesantren menjadi lebih maju antara lain :

  1. Menerapkan manajemen secara profesional.

  2. Menerapkan kepemimpinan yang kolektif

  3. Menerapkan demokratisasi kepemimpinan

  4. Menerapkan manajemen struktur

  5. Menanamkan sosio-egalitarianisme

  6. Menghidarkan pemahaman yang mensucikan agama

  7. Memperkuat penguasaan epistimologi dan metodologi

  8. Mengembangakan sentra-sentra perekonomian.

  9. Mengadakan pembaruan secara kesinambungan.6

Kasus  yang  ada  pada  beberapa  pesantren  telah membuktikan  bahwa  peranserta  kiai  dalam  mengelola, mengembangkan  dan menata  pesantren  sehingga  dapat muncul sebagai  sebuah  lembaga  yang  dapat  dijadikan  pendidikan alternatif memiliki peranan yang sangat besar, sebab tidak jarang pesantren  akan  tutup  dikarenakan  oleh  beberapa  hal  yakni:  pertama  kharismatika  kiai  di  pesantren  tersebut  telah  luntur bersama  meninggalnya  kiai  utama  sebagai  pendirinya,  Kedua  tidak  adanya  pengganti  yang  dapat  meneruskan  estapet kepemimpinanya, Ketiga  kesibukan kiai yang dapat mengabaikan proses  belajar-mengajar    Keempat  kurang  seimbangnya tuntutan  kebutuhan  belajar  santri  dengan  pelayanan  yang diberikan oleh pesantren tersebut.  Menggaris  bawahi  tentang  kurang  seimbangnya  tuntutan belajar  santri dengan  inovasi pelayanan pendidikan pada  sebuah pesantren  akan memungkinkan  dampak  yang  paling  buruk  bagi perkembangan  belajar  santri  yaitu  kurangnya  stabilitas  proses belajar-mengajar  yang  senantiasa mempertimbangkan  efektifitas dan efisiensi hasil belajar.  Kerangka pemikiran dibawah ini lebih menggambarkan sikap inovasi  kepemimpinan  kiai  yang  senantiasa  mempertimbangkan nilai-nilai tradisi, orientasi dan strategi untuk  melihat kasus yang berkembang  pada  pesantren  masa  lalu,  transisi  dan  masa sekarang  sebagai  ukuran  inovasi  pelayanan  pendidikan  dipesantren,  sehingga  tercipta  desain  pembaharuan  yang  dapat menjunjung  tinggi  nilai-nilai  profesionalisme  dan  indikator pembaharuan  sebagai  modal  dasar  bagi  terciptanya  kualitas layanan pendidikan di pondok pesantren.

  1. Kinerja Manajemen Pesantren

Adapun beberapa kinerja pesanntren untuk mwujudkan manajemen yang baik maka memerlukan sebuah kebersamaan antara laian pertama Merencankan Program kedua pengoranisasian  ketiga Memimpin keempat Pemberian motivasi kelima Pengawasan keenam Evaluasi 7

 

  1. Peran Pesantren Dalam Proses Pembangunan Sosial

Jika melihat beberapa hasil studi yang dilakukan beberapa sarjana, seperti Dhofier (1870), Martin (1740), dan ilmuwan lainnya, ada indikasi bahwa munculnya pesantren tersebut diperkirakan sekitar abad ke-19. Akan tetapi, terlepas dari persoalan tersebut yang jelas signifikansi pesantren sebagai sebuah lembaga pendidikan Islam tidak dapat diabaikan dari kehidupan masyarakat muslim pada masa itu.  Kiprah pesantren dalam berbagai hal sangat amat dirasakan oleh masyarakat. Salah satu yang menjadi contoh utama adalah, selain pembentukan dan terbentuknya kader-kader ulama dan pengembangan keilmuan Islam, juga merupakan gerakan-gerakan protes terhadap pemerintah kolonial Hindia Belanda. Di mana gerakan protes tersebut selalu dimotori dari dan oleh para penghuni pesantren. Setidaknya dapat disebutkanya misalnya; pemberontakan petani di Cilegon-Banten 1888, 8 Jihad Aceh 1873, gerakan yang dimotori oleh H. Ahmad Ripangi Kalisalak 1786-1875) dan yang lainnya merupakan fakta yang tidak dapat dibantah bahwa pesantren mempunyai peran yang cukup besar dalam perjalanan sejarah Islam di Indonesia.9 Apabila kita cermati, di Indonesia terdapat sekira 12.000 pesantren yang tersebar di seluruh nusantara dengan berbeda bentuk dan modelnya. Bahkan, dihuni tidak kurang dari tiga juta santri. Pendidikan Islam sekarang di Indonesia kini begitu luas. Sehingga, beranekaragam dan bagaimanapun aliran Islam yang dianut oleh seseorang, pasti ada pesantren atau sekolah Islam yang sesuai.dianut oleh seseorang, pasti ada pesantren atau sekolah Islam yang sesuai. Karena itu, menurut Tholkhah, pesantren seharusnya mampu menghidupkan fungsi-fungsi sebagai berikut, 1) pesantren sebagai lembaga pendidikan yang melakukan transfer ilmu-ilmu agama (tafaqquh fi al-din) dan nilai-nilai Islam (Islamic vaues); 2) pesantren sebagai lembaga keagamaan yang melakukan kontrol sosial; dan 3) pesantren sebagai lembaga keagamaan yang melakukan rekayasa sosial (social engineering) atau perkembangan masyarakat (community development).10 Semua itu, menurutnya hanya bisa dilakukan jika pesantren mampu melakukan proses perawatan tradisi-tradisi yang baik dan sekaligus mengadaptasi perkembangan keilmuan baru yang lebih baik, sehingga mampu memainkan peranan sebagai agent of change.

  1. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Pondok Pesantren

Ketika menginjak abad ke-20, yang sering disebut sebagai jaman modernisme dan nasionalisme, peranan pesantren mulai mengalami pergeseran secara signifikan. Sebagian pengamat mengatakan bahwa semakin mundurnya peran pesantren di masyarakat disebabkan adanya dan begitu besarnya faktor politik Hindia Belanda.10merupakan lembaga pendidikan yang tak tergantikan oleh lembaga pendidikan manapun. Dan, hal itu sampai sekarang masih tetap dipertahankan. Yang menarik di sini adalah bahwa pendidikan pesantren di Indonesia pada saat itu sama sekali belum terstandarisasi secara kurikulum dan tidak terorganisir sebagai satu jaringan pesantren Indonesia yang sistemik. Ini berarti bahwa setiap pesantren mempunyai kemandirian sendiri untuk menerapkan kurikulum dan mata pelajaran yang sesuai dengan aliran agama Islam yang mereka ikuti. Sehingga, ada pesantren yang menerapkan kurikulum Depdiknas (Departemen Pendidikan Nasional) dengan menerapkan juga kurikulum agama. Kemudian, ada pesantren yang hanya ingin memfokuskan pada kurikulum ilmu agama Islam saja. Yang berarti bahwa tingkat keanekaragaman model pesantren di Indonesia tidak terbatasi.  Setelah kemerdekaan negara Indonesia,  terutama sejak transisi ke Orde Baru dan ketika pertumbuhan ekonomi betul-betul naik tajam, pendidikan pesantren menjadi semakin terstruktur dan kurikulum pesantren menjadi lebih tetap. Misalnya, selain kurikulum agama, sekarang ini kebanyakan pesantren juga menawarkan mata pelajaran umum. Bahkan, banyak pesantren sekarang melaksanakan kurikulum Depdiknas dengan menggunakan sebuah rasio yang ditetapkannya, yaitu 70 persen mata pelajaran umum dan 30 persen mata pelajaran agama. Sekolah-sekolah Islam yang melaksanakan kurikulum Depdiknas ini kebanyakan di Madrasah. 11

Ternyata pesantren mampu mengembangkan kelembagaan dan eksistensi dirinya secara berkelanjutan.  Mengutip Sayid Agil Siraj (2007), ada tiga hal yang belum dikuatkan dalam pesantren. Pertama, tamaddun yaitu memajukan pesantren. Banyak pesantren yang dikelola secara sederhana. Manajemen dan administrasinya masih bersifat kekeluargaan dan semuanya ditangani oleh kiainya. Dalam hal ini, pesantren perlu berbenah diri.  Kedua, tsaqafah, yaitu bagaimana memberikan pencerahan kepada umat Islam agar kreatif-produktif, dengan tidak melupakan orisinalitas ajaran Islam. Salah satu contoh para santri masih setia dengan tradisi kepesantrenannya. Tetapi, mereka juga harus akrab dengan komputer dan berbagai ilmu pengetahuan serta sains modern lainnya.  Ketiga, hadharah, yaitu membangun budaya. Dalam hal ini, bagaimana budaya kita dapat diwarnai oleh jiwa dan tradisi Islam. Di sini, pesantren diharap mampu mengembangkan dan mempengaruhi tradisi yang bersemangat Islam di tengah hembusan dan pengaruh dahsyat globalisasi yang berupaya menyeragamkan budaya melalui produk-produk teknologi.

  1. G. Personalia Manajemen Pesantren

Ada lima elemen personalia manajemen pesantren dasar yang terdapat dalam tradisi pesantren. Pertama , santri. Santri dapat dikatakan sebagai komponen penting dalam dunia pesantren. Dalam tradisi pesantren santri terbagi dua: (l) Santri mukim yakni murid-murid yang berasal dari daerah jauh dan bertempat tinggal di lingkungan pesantren atau pondok, dan (2) santri kalong, yaitu murid-murid yang berasal dari desa-desa sekitar pesantren, yang biasanya tidak menetap dalam pondok. Kedua kiai. Kiai merupakan komponen terpenting dalam kehidupan pesantren. la adalah pelopor bagi kelahiran pesantren yang dipimpinnya dan menjadi pemegang dan penentu kebijakan yang ada di seluruh pesantren. Pada tingkat tertentu, kemajuan dan perkembangan pesantren tergantung pada sang kiai. Para kiai di Pulau Jawa banyak menganggap bahwa pesantren itu bagai kerajaan kecil yang dimilikinya. Konsekuensi logisnya, kekuasaan mutlak dan wewenang dalam kehidupan dan lingkungan pesantren sepenuhnya ada di tangan kiai. Di pesantren, dengan demikian, kiai menjadi penguasa tunggal sehingga tidak bisa ditentang oleh siapa pun, kecuali oleh kiai yang memiliki pengaruh lebih besar. Para santri hanya menjadi orang yang mengharap dan berpikir bahwa kiai akan percaya penuh kepada dirinya sendiri, baik dalam soal-soal pengetahuan Islam, manajemen atau bidang kekuasaan di pesantren. Ketiga, pengurus adalah santri-santri senior yang diberi amanat oleh kyai untuk menglola santri dalam kepngurusan pesantren 12

  1. Model Kepemimpinan Pesantren

Dengan masuknya  disiplin  ilmu manajemen modern  dalam dunia  pondok  pesantren,  maka  memberikan  warna  terhadap perlunya  pondok  pesantren  malakukan  onovasi  terutama mengenai visi misi dan manajemen kepemimpinannya, Azyumardi Azra  (1986;    229)  mengemukakan  bahwa  pesantren  yang merupakan lembaga pendidikan Islam indigenous, telah berusaha melakukan berbagai eksperimentasi untuk menyesuaikan dengan sistem  pendidikan  modern,  terutama  pada  segi-segi  yang berkaitan  dengan  masalah  kurikulum,  teknik  dan  methode pengajaran,  hal  ini  diawali  pada  tahun  70-an,  akan  tetapi perubahan-perubahan tersebut ternyata tanpa melibatkan wacana epostimologi,  akibatnya  medernisasi  dalam  dunia  pondok pesantren  hanyalah  berlangsung  secara  adhoc  (parsiall,  sebab  itulah modernisasi yang dilakukan pesantren selama ini hanyalah bersifat  involutiuf;  yakni  sekedar  perubahan-perubahan  yang hanya  memunculkan  kerumitan  baru  dari  pada  terobosan-terobosan  yang  betul-betul  bisa  dipertanggung  jawabkan, (Azyumardi Azra, 1999; 40).

Dalam  penelitian  lapangan  Dhofier  mengemukakan  bahwa kyai  dan  pesantren  telah  memainkan  peranan  sebagai  creative cultural makers dan dengan peran itulah kyai memainkan peranan yang sangat penting dalam konteks masyarakat muslim Indonesia modern,  kyai  dengan  pesantrennya  telah  mampu menyumbangkan  atas  tumbuh  dan  berkembangnya  kebudayaan Indonesia  yang  distinetive,  lebih  lanjut  dikatakan Dhofier  bahwa problema  pembaharuan  dalam  pesantren  terjadi  karena  adanya kontradiksi pada sebagian pesantren berupa tarik menarik antara kalangan  muslim  tradisional  dengan  gayanya  yang  memiliki kecenderungan  yang  kuat  untuk  menemukan  kembali  nilai-nilai tradisional  kemudian  diinterprestasikan  kembali  sesuai  dengan persepktif baru dan yang  lebih menekankan nilai-nilai  tradisional sebagaimana adanya, (Zamakhsyari Dhofier, 1982; 175-176). Pergeseran makna  kepemimpinan  dalam  pondok  pesantren telah memberikan nuansa yang berbeda terutama bila dilihat dari segi  perencanaan  dan  kinerja  produktivitas  pesantrennya, walaupun  mungkin  memiliki  kesamaan  misi  yang  diemban  oleh pesantren  yang memiliki  gaya  kepemimpinan  tradisional  dengan gaya  kepemimpinan  pesantren  yang  modern  yaitu  membawa umat kepada jalan kebajikan.

Melihat  dari  lintasaan  sejarah,  kebanyakan  kepemimpinan pondok  pesantren  tradisional  dipegang  oleh  keluarga  yang memiliki  golongan  darah  biru,  (Khaerul,  2001;  70),  hal  ini membuktikan bahwa hanya dari golongan terdekatlah yang dapat Dari kebanyakan pesantren modern yang ada, sekarang  ini cenderung  masih  mempergunakan  gaya  kepemimpinan  yang mengarah  kepada  sistem  tradisional,  dan  hal  ini merupakan  ciri dasar  utama  bagi  pesantren,  walaupun  pada  sisi  lain mempergunakan gaya dan desain yang modern hal ini dibuktikan oleh beberapa pondok pesantren yang ada. Dari  sekian  banyak  pesantren  yang  ada,  sistem  yang dipergunakan  dalam  pesantren  tersebut  cenderung  mengarah kepada maknisme dan kepemimpinan yang dapat disebut sebagai demokrasi  terpimpin,  sehingga  salah  satu  ciri  dari  demokrasi seperti ini dapat berakibat bagi peralihan kepemimpinan kyai yang meninggal, sehingga lajim dikatakan bahwa selama kyai  tersebut hidup  maka  tajuk  kepemimpinan  berada  dibawah  naungan sepenuhnya. Terlepas dari  ragam kepemimpinan pondok pesantren yang ada  dan  masing-masing  memiliki  corak  dan  gaya  kepemiminan yang  berbeda,  sebagai  suatu  disiplin  ilmu  pengetahuan,  maka penulis tertarik untuk membahas mengenai sejauh manakah gaya kepemimpinan  pondok  pesantren  melakukan  re-generasi  dalam kepemimpinannya,  serta  sejauhmanakah  re-generasi kepemimpinan  tersebut  mempengaruhi  terhadap  visi  dan  misi memimpin  pondok  pesantren,  hal  ini  terbukti  pada  berberapa pesantren. yang  diemban  oleh  pesantren  sebagai  lembaga  pendidikan milik masyarakat  (khususnya  umat  Islam),  dan  bagaimanakah tanggapan  umat  terhadap  pesantren  mekanisme  dan  kinerja pesantren  yang  melakukan  re-generasi  kepemimpinannya,  juga dari efektifitasnya sehingga kesan utama yang akan timbul, maka sejauh manakah pesantren modern  telah melakukan  inovasi bagi kelanjutan pesantren tersebut. 13

 KESIMPULAN

 

  1. Manajemen pesantren modern itu dikelola secara baik, profesional, rapi, sistematis, dengan mengikuti kaidah-kaidah manajerial umum. Sedangan manajemen pesantern tradisonal berjalan secara alami tanpa dikelola secara efekfit yang biasannya dikelola secara tradisi bukan profesionaslisme berdasarkan keahlian (skil), human skil, concepskill maupun tecnical skill. Secara terpadu.

  2. Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan oleh seorang manajer pesantren untuk mengelola pesantrennya dengan baik dapat melakukan hal-hal sebagai berikut : (a)Menerapkan manajemen secara profesional. (b) Menerapkan kepemimpinan yang kolektif (c)Menerapkan demokratisasi kepemimpinan (d)Menerapkan manajemen struktur (e) Menanamkan sosio-egalitarianisme (f) Menghidarkan pemahaman yang mensucikan agama (g)Memperkuat penguasaan epistimologi dan metodologi (h) Mengembangakan sentra-sentra perekonomian.(i)Mengadakan pembaruan secara kesinambungan.

  3. Kinerja Manajemen Pesantren  : (a) perancaan (b)pengoranisasian (c) kepemimpinan (d)pemberian motivasi (e) pengawasan (f)

  1. Model kepimpinan pesantren Melihat dari  lintasaan  sejarah,  kebanyakan  kepemimpinan pondok  pesantren  tradisional  dipegang  oleh  keluarga  yang memiliki  golongan  darah  biru),  hal  ini membuktikan bahwa hanya dari golongan terdekatlah yang dapat Dari kebanyakan pesantren modern yang ada, sekarang  ini cenderung  masih  mempergunakan  gaya  kepemimpinan  yang mengarah  kepada  sistem  tradisional,  dan  hal  ini merupakan  ciri dasar  utama  bagi  pesantren,  walaupun  pada  sisi  lain mempergunakan gaya dan desain yang modern hal ini dibuktikan oleh beberapa pondok pesantren yang ada

DAFTAR PUSTAKA

 

Ainurrafiq Dawam dan Ahmad Ta’arifin. 2005. Manajemen Madrasah Berbasis Pesantren. Listafariska Putra

Mujamil Qomar, Manajemen Lembaga Pendidikan Islam, (Jakarta : Erlangga, 2007

http//www. Kinerja Manajemen Pondok Pesantren dan Proese Pembelajaran . com diakese tanggal 30-07-2010

Aqib Suminto, Politik Islam Hindia Belanda, (Jakarta ; LP3ES, 1985),

Sulthon Masyhud dkk., Manajemen Pondok Pesantren, (Jakarta : Diva Pustaka, 2003)

 http//www. Manajemen Pesantren.co.iddiakses tanggal 30-07-2010

Karel A. Stenbrink, Pesantren, Madrasah, Sekolah Pendidikan Islam dalam Kurun Modern, Jakarta : LP3S, 1986

Aqib Suminto, Politik Islam Hindia Belanda, Jakarta ; LP3ES, 1985

Sulthon Masyhud dkk., Manajemen Pondok Pesantren, Jakarta : Diva Pustaka, 2003

 

1 http//www. Manajemen Pesantren.co.id, (Nur  Aedi,  2003:  68) diakses tanggal 30-07-2010

2 [1] Ainurrafiq Dawam dan Ahmad Ta’arifin. 2005. Manajemen…, hal. 5

 [2] Ainurrafiq Dawam dan Ahmad Ta’arifin. 2005. Manajemen Madrasah Berbasis Pesantren. Listafariska Putra., hal. 5

2 Mujamil Qomar, Manajemen Lembaga Pendidikan Islam, (Jakarta : Erlangga, 2007),11

4 Prof. Dr. Mujamil Qomar, Opcit.hlm. 71

7 http//www. Kinerja Manajemen Pondok Pesantren dan Proese Pembelajaran . com diakese tanggal 30-07-2010

10 Aqib Suminto, Politik Islam Hindia Belanda, (Jakarta ; LP3ES, 1985), hal 8

11 Sulthon Masyhud dkk., Manajemen Pondok Pesantren, (Jakarta : Diva Pustaka, 2003), hal. 73

12 ibid

12 http//www. Manajemen Pesantren.co.iddiakses tanggal 30-07-2010


Tinggalkan komentar